Contoh sederhana, kita seringkali ingin shalat tarawih lebih cepat selesai, padahal Rasulullah adalah manusia yang ma'sum. Seperti hadis Aisyah yang menyaksikan kaki Rasulullah sampai bengkak karena lama berdiri dalam beribadah. Ketika ditanya oleh Sayyidatina Aisyah, "Mengapa engkau melakukan ini, ya Rasul?" beliau menjawab, "Apakah aku tidak senang disebut sebagai hamba yang bersyukur?" Sementara kita, jika kaki bengkak, itu bukan karena ibadah, tapi karena asam urat.
Jadi, Ramadan sebenarnya adalah sarana melatih kita untuk meniru Rasulullah SAW. Shalat tarawih seharusnya dilakukan dengan tuma'ninah, bukan sekadar asal melaksanakan tanpa nilai di hadapan Allah SWT. Di sisa Ramadan ini, mari kita introspeksi diri, apakah kita sudah mendekati Rasulullah dalam amalan kita, atau setidaknya mendekati guru-guru atau orang tua kita. Saya pernah berkata kepada istri saya, "Bu, kita ini jika dibandingkan dengan orang tua sudah sangat jauh; mereka tidak pernah lepas dari al-Qur'an. Ibu mertua saya bahkan sambil berjalan membaca al-Qur'an." Kita saja yang satu generasi sudah sangat jauh sekali, bagaimana dengan anak-anak kita?
Generasi kita ini adalah generasi yang penuh dengan ujian dan godaan. Memegang al-Qur'an jarang, tetapi tidak memegang HP sejam saja rasanya tidak kuat; berarti ada masalah dengan diri kita. Coba kita praktekkan, ketika sujud, kita baca dengan pelan sampai bersambung dengan Allah SWT. Saat itulah jika kita meminta, Allah akan mengabulkan. Namun, kita kadang sombong, seakan-akan apa yang kita capai adalah karya kita sendiri, bukan karena Allah SWT.
Perhatikan tukang becak di depan kantor; mereka sudah ontime sejak subuh, padahal PNS masuk jam 8. Sampai tarawih, tukang becak itu masih ada di depan kantor, padahal penghasilannya tidak seberapa dibandingkan PNS. Ini menunjukkan kurangnya rasa syukur kita. Padahal semua ini merupakan karunia Allah SWT. Lalu, apa yang sudah kita perbuat terhadap Allah SWT sebagai hamba-Nya? Pertanyaannya, bagaimana agar kita menjadi hamba yang dicintai oleh Allah SWT? Dalam al-Qur'an dikatakan, "Katakanlah, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu."
Sama halnya dengan saya mencintai istri saya; ketika sudah cinta, apa saja yang diminta istri saya, saya akan berusaha untuk mengabulkannya. Demikian pula Allah SWT kepada hamba-Nya yang dicintai; tanpa diminta pun Allah sudah memberi kepada kita. Kita harus sadar bahwa setiap tarikan nafas adalah nikmat yang diberikan Allah SWT. Namun, kadang kita baru sadar ketika sudah terbaring di rumah sakit, baru menyadari bahwa nikmat sehat itu luar biasa. Tanpa kita sadari, setiap hari kita mendapatkan sesuatu yang gratis.
Segala sesuatu di muka bumi ini terjadi atas kehendak Allah SWT. Maka, yang harus kita lakukan adalah taat dan patuh atas perintah Allah SWT. Berikutnya, kita harus menghamba sepenuh hati kepada Allah SWT. Terakhir, saya selaku Kepala Kementerian Agama Kota Surabaya mohon maaf jika selama saya memimpin ada hal yang kurang berkenan. Hidup ini saling melihat, yang penting adalah cara kita menyikapi nikmat itu. Mudah-mudahan Ramadan dapat memberikan dampak yang positif bagi kehidupan kita.
Disampaikan oleh Bapak Kepala Kementerian Agama Kota Surabaya, Dr. Muhammad Muslim, S.Ag, M.Sy dalam kegiatan Pembinaan dan Buka Puasa Bersama di KUA Jambangan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar